MODUL 6 SEJARAH KELAS XI / PAKET C / SETARA SMA IPS - EKO SUBIANTORO'S BLOG

MODUL 6 SEJARAH KELAS XI / PAKET C / SETARA SMA IPS

  


MODUL 6 – JAYALAH MARITIMKU JAYALAH INDONESIAKU


UNIT 1

Mengenal Kejayaan Kerajaan Maritim Masa Islam

1. Kerajaan Demak

                Semasa Kerajaan Majapahit masih berkuasa, Demak merupakan sebuah kadipaten yang dipimpin oleh Raden Patah. Seiring runtuhnya Kerajaan Majapahit, Raden Patah mendirikan Kerajaan Demak dengan ibu kota di Bintoro, terletak di antara Bergota dan Jepara. Raden Patah masih memiiki garis keturunan dengan Kerajaan Majapahit, yakni anak dari Raja Brawijaya V dengan Putri Campa (Kamboja) yang beragama Islam. Demak merupakan kerajaan Islam pertama di Pulau Jawa. Raden Patah memerintah antara tahun 1500-1518. Wilayah kekuasaan Kerajaan Demak meliputi daerah-daerah pelabuhan utama seperti Jepara, Tuban, Sedayu, Jaratan dan Gresik. Pada masa kepemimpinan Raden Patah, Bagsa Portugis tiba di Selat Malaka dan berhasil memonopoli perdagangan rempahrempah.

                Kondisi ini mengganggu perdagangan Kerajaan Demak yang berada di Selat Malaka. Selanjutnya, Raden Patah mengutus putranya yang bernama Pati Unus. Pada tahun 1507 Raden Patah digantikan oleh putranya, Pati Unus. Ia memperkuat pertahanan lautnya agar Portugis tidak menyerang. Sejak tahun 1518 Demak mencapai puncak kejayaannya dengan wilayah kekuasaan meliputi sepanjang pantai utara Pulau Jawa, Palembang, Jambi, Banjar dan Maluku. Mengenal Kejayaan Kerajaan Maritim Masa Islam Pati Unus wafat pada tahun 1521 karena belum memiliki keturunan, maka digantikan oleh adiknya, Trenggana. Ia meneruskan usaha menangkal pangaruh Portugis di Kerajaan Pajajaran. Sultan Trenggana mengutus Faletehan (Fatahillah) untuk mencegah agar Portugis tidak menguasai Sunda Kelapa. Berkat strateginya, Banten dapat ditaklukkan pda tahun 1527. Setelah menaklukkan Banten, Sunda Kelapa jatuh ke tangan Demak dan Portugis dapat diusir dari Sunda Kelapa.

                Setelah itu Faletehan mengubah nama Sunda Kelapa menjadi Jayakarta pada tahun 22 Juni 1527. Jayakarta sendiri pada perkembangannya menjadi Batavia dan saat ini kita kenal sebagai Jakarta, ibukota Republik Indonesia.

a. Aspek politik

                Kebijakan politik yang menonjol sebagai kerajaan maritim pada zaman Kerajaan Demak adalah memperkuat armada laut untuk menyerang Potugis yang sudah menguasai Malaka. Hal ini dilakukan karena Portugis mengancam kejayaan perdagangan Demak. Pada tahun 1513 di bawah kepemimpinan Pati Unus, Demak menggunakan kapal jenis jung menyerang Portugis di Malaka. Meskipun usaha penyerangan ini belum berhasil membawa kemenangan, namun membuktikan bahwa pada jaman dulu kita sudah memiliki armada angkatan laut yang hebat.

                Atas keberaniannya tersebut, Pati Unus dijuluki Pangeran Sabrang Lor. Sabarang berarti menyeberang dan lor berati utara karena menyeberangi laut Jawa menuju Malaka untuk melawan Portugis. Pada Tahun 1527, Sultan Trenggana sebagai penguasa Demak memerintahkan Fatahilah memimpin penyerangan ke Pelabuhan Sunda Kelapa (di daerah Jawa Barat) mengusir Portugis. Fatahilah berhasil menguasai Sunda Kelapa dan mengganti nama Sunda Kelapa menjadi Jayakarta.

b. Aspek Ekonomi

                Menurut catatan Tome Pires (Ratna Hapsari dkk, 2017:56) Demak merupakan kesultanan yang sangat makmur. Demak adalah daerah penghasil beras. Sektor perdagangan maju karena didukung adanya sektor perdagangan laut melalui pelabuhan Jepara, Tuban, Sedayu, dan Gresik. Demak telah memiliki armada kapal jung (besar) hingga 40 buah. Produksi Demak yang diekspor ke Malaka melaui pelabuhan Jepara adalah beras, madu dan lilin. Masih ingat dengan kehidupan Kerajaan Majapahit? Kerajaan Demak memiliki kesamaan dalam aspek ekonomi digerakan dari sektor marirtim dan agraris. Sebagai salah satu bandar pelabuhan di Nusantara, Kerajaan Demak memainkan peranan penting dalam perdagangan antarpulau. Kerajaan Demak menjalin hubungan dagang dengan daerah Indonesia bagian timur, barat sampai Selat Malaka. Aktivitas perdagangan maritim memberikan keuntungan yang besar pada Kerajaan Demak. Banyak kapal berlalu-lalang di kawasan Laut Jawa untuk memasarkan komoditasnya. Pada sektor agraris, pertanian dapat berkembang karena memiliki daerah-daerah yang subur terutama di daerah pedalaman. Produk pertanian berupa beras menjadi komoditas yang banyak diperdagangkan hingga ke luar kerajaan.

c. Aspek Sosial

                Guna mengatur kehidupan sosial di masyarakat, Kerajaan Demak menerapkan hukum Islam. Namun, meski menggunakan hukum Islam, tradisi lama yang tidak bertentangan dengan syariat Islam tidak ditinggalkan begitu saja. Hasil kebudayaan dari Kerajaan Demak sangat kental dengan nuansa Islam. Salah satu peninggalan Kerajaan Demak yang masih ada hingga sekarang adalah Masjid Agung Demak. Masjid ini sangat kental dengan nuansa seni dan ukiran yang indah. Selain masjid, terdapat pula peninggalan Kerajaan Demak berupa budaya, yakni perayaan “sekaten”. Perayaan ini merupakan akulturasi budaya Islam dengan budaya lokal. Para Wali atau penyebar agama islam yang dikenal sebagai Wali Songo juga sangat memperhatikan sendi sosial masyarakat lokal. Mereka menyebarkan agama dengan damai dan tanpa merusak budaya yang sudah ada sebelumnya. Tindakan ini justru mendorong terjadinya akulturasi budaya yang berkembang dan tumbuh hingga saat ini 

d. Aspek kebudayaan 

                Kehidupan sosial dan budaya masyarakat Demak berdasarkan pada agama dan budaya Islam. Masyarakat Demak menjalankan kehidupannya dengan berpedoman pada ajaran agama Islam. Kaum ulama termasuk Walisongo menempati posisi terhormat pada pemerintahan Kerajaan Demak. Para wali berperan sebagai penasihat kerajaan. Kesembilan wali tersebut adalah:

1) Sunan Ampel atau Raden Rahmat

2) Sunan Gresik atau Maulana Malik Ibrahim

3) Sunan Giri atau Raden Paku

4) Sunan Drajat

5) Sunan Bonang atau Makdum Ibrahim

6) Sunan Kudus

7) Sunan Muria

8) Sunan Kalijaga

9) Sunan Gunung Jati

                Sunan Kalijaga juga dikenal sebagai orang yang mencintai kesenian terutama wayang. Ia mengubah bentuk wayang, sehingga tak lagi sama dengan yang terpahat pada relief candi. Selain itu, ia juga menciptakan gamelan yang diberi nama gamelan sekati. Sunan Kalijaga juga memimpin pembangunan Masjid Agung Demak. Masjid Demak selain kaya dengan ukir-ukiran bercirikan Islam juga meiliki keistimewaan, yaitu salah satu tiangnya dibuat dari kumpulan sisa-sisa kayu bekas pembangunan masjid yang disatukan.

2. Kerajaan Mataram Islam

                Perpindahan kekuasaan dari Kerajaan Demak ke Kerajaan Pajang hingga ke Mataram diliputi pergesaran pusat pemerintahan dari pinggir pantai ke pedalaman. Pernakah anda ke Kota Yogyakarta? Jika pernah, maka berarti anda sudah ke pusat Kerajaan Mataram tempo dulu. Secara geografi s, pusat Kerajaan Mataram terletak di Daerah istimewa Yogyakarta, yaitu di Kotagede. Pemindahan pusat pemerintahan Pajang ke Mataram pada tahun 1568 oleh Sutawijaya menandai berdirinya Kerajaan Mataram. Tanah Mataram sendiri merupakan hadiah atas jasa Ki Ageng Pemanahan, Ki Juru Martani dan Ki Penjawi beserta Danang Sutawijaya yang telah berhasil mengalahkan Arya Penangsang, Adipati Jipang Panolan.

                Sebagai raja pertama, maka diangkat Danang Sutawijaya yang kemudian bergelar Panembahan Senapati. Dalam perkembangannya menjadi kerajaan besar, Panembahan Senapati berhasrat untuk menaklukkan dan meluaskan kekuasaannya atas seluruh Jawa. Oleh karena itu, satu persatu berbagai daerah di Jawa ditaklukan. Pada tahun 1586, Mataram berhasil menghadapi Demak. Selanjutnya, di tahun 1595 Mataram berhasil menundukkan Cirebon dan Galuh. Hingga akhir masa pemerintahan Panembahan Senapati tahun 1601, Mataram telah berhasil menguasai Galuh di Jawa Barat sampai Pauruan Jawa Timur.

                Upaya perluasan wilayah dan kekuasaan politik Mataram atas Jawa kemudian diteruskan hingga pada zaman Sultan Agung. Setelah Panembahan Senapati wafat, maka pemerintahan diteruskan oleh putranya yang bernama Raden Mas Jolang. Setelah bertahta, ia mendapatkan gelar Sri Susuhunan Adi Prabu Hanyakrawati Senapati Ing Ngalaga Mataram. Raden Mas Jolang juga sering disebut sebagai Panembahan Seda Ing Krapyak karena pada masa akhir hidupnya meninggal di Krapyak. Pemerintahan Raden Mas Jolang menghadapi pemberontakan di Demak (1601-1604). Setelah wafat, Raden Mas Jolang digantikan oleh Adipati Martapura yang hanya menjabat selama satu hari yang kemudian digantikan oleh saudaranya yaitu Mas Rangsang. Setelah Mas Rangsang menjadi Raja Mataram, ia bergelar Sultan Agung Senapati Ing Alaga Ngabdurrahman Kalifatullah atau lebih dikenal sebagai Sultan Agung.

a. Aspek Bidang Politik

                Pada masa kekuasaan Sultan Agung terjadi pemberontakan para bupati yang tidak mau tunduk kepada Mataram, seperti Bupati Pati, Lasem, Tuban, Surabaya, Madura, Blora, dan Bojonegoro. Mataram juga menghadapi ancaman dari Kerajaan Banten dan VOC di Batavia. Sejak 1615 Sultan Agung menyerang para bupati daerah pesisir, sehingga Semarang, Jepara, Demak, Lasem, Tuban dan Madura dapat ditundukkan Mataram. Namun, Surabaya belum dapat ditaklukkan oleh Mataram. Kemudian Mataram menyerang Surabaya dengan kekuatan prajurit 80.000. Setelah digempur habis-habisan, Surabaya dapat dikuasai pada tahun 1625. Pada tahun 1628 Mataran gagal menyerang Batavia karena mengalami kekurangan perbekalan. Pada tahun 1641 Malaka jatuh ke tangan Belanda. Belanda juga menguasai jalur perdagangan laut di Nusantara. Sepak terjang Belanda menyulitkan Kerajaan Mataram, sehingga mendorong Mataram melakukan perlawanan terhadap Belanda. Usaha tersebut terhenti saat Sultan Agung wafat pada tahun 1645 dan digantikan putranya yang bergelar Amangkurat Agung (1645-1677). Amangkurat pernah memerintahkan pembantaian 1000 ulama pada tahun 1651.    

                Kebijakan Amangkurat menimbulkan perlawanan dari bangsawan Mataram. Amangkurat wafat di Tegalarum dalam usahanya mencari perlindungan kepada Belanda pada tahun 1677. Setelah wafat ia digantikan oleh putranya yaitu Amangkurat II. Pada tahun 1680 Mataram menyerahkan Bogor, Karawang dan Priangan sebagai imbalan atas usaha Belanda mengalahkan Trunojoyo. Belanda berhasil memecah belah Kerajaan Mataram menjadi kerajaan kecil. Pengaruh Belanda yang begitu kuat menjadikan Mataram akhirnya berhasil dipecah belah menjadi kerajaan kecil melalui Perjanjian Giyanti pada tanggal 13 Februari 1755. Perjanjian Giyanti membagi Mataram menjadi 2 bagian, yakni wilayah Kasunanan Surakarta dan Kasultanan Ngayogyakarta Hadiningrat. Selanjutnya, 2 tahun setelah perjanjian Giyanti, Mataram terpecah kembali menjadi 3 kerajaan dengan adanya Perjanjian Salatiga pada tahun 1757 sebagai solusi atas perlawanan yang dilakukan oleh Raden Mas Said atau lebih dikenal sebagai Pangeran Sambernyawa terhadap Sunan Pakubuwana III.

                Atas perjanjian Salatiga tersebut maka berdirilah Praja Mangkunagaraan dengan Raden Mas Said menjadi Mangkunegara I. Lalu berikutnya, karena perebutan kekuasaan maka pada tanggal 17 Maret 1813 Inggris yang pada waktu itu dibawah Raffl es membagi Kasultanan Yogyakarta menjadi dua, yakni Kasultanan Yogyakarta dan Puro Pakualaman dengan raja pertama Bendara Pangeran Haryo Notokusumo yang bergelar menjadi Kanjeng Gusti Pangeran Arya Adipati Pakualam.

b. Aspek ekonomi 

                Kegiatan perekonomian yang diterapkan Sultan Agung bercorak agraris maritim. Dibawah kekuasannya, Mataram menjadi negara pengekspor beras. Sultan Agung mengembangkan perdagangan ekspor dan impor melalui pelabuhan pesisir utara Jawa, Seperti Jepara, Kendal, dan Tegal. Tanggung jawab setiap pelabuhan dipegang oleh para tumenggung. Dalam memajukan sektor ekonomi rakyat, Sultan Agung merasa tersaingi oleh para pedagang di pesisir utara. Bandar-bandar dagang di pesisir utara Jawa yang membakang diserang oleh Mataram. Selanjutnya, para pedagang diikat dalam satu kerjasama, sehingga dari kerjasama itu kerajaan juga memperoleh keuntungan ekonomi.

                Di bawah kepemimpinan Sultan Agung, Kerajaan Mataram bertambah luas dengan dikuasainya berbagai daerah pesisir. Kondisi ini dimanfaatkan oleh Sultan Agung untuk mengembangkan perdagangan. Perdagangan yang ditunjang dengan hasil pertanian yang melimpah menyebabkan perekonomian Kerajaan Mataram semakin maju. Persaingan di bidang perdagangan inilah awal mula munculnya konfl ik antara Kerajaan Mataram dan VOC. Konfl ik berakhir dengan dikuasainya Kerajaan Mataram oleh VOC.

c. Aspek sosial

                Masyarakat di Kerajaan Mataram merupakan masyarakat yang teratur. Raja selain sebagai pemimpin pemerintahan, juga dianggap sebagai pemimpin agama. Guna memperkuat legitimasi kekuasaannya, Sultan Agung mengirim utusan ke Mekkah pada tahun 1641 untuk mengesahkan kekuasaannya. Utusan tersebut kembali dari Mekkah dengan membawa pengesahan gelar sultan dan para ulama yang diangkat sebagai penasihat Kerajaan Mataram. Gelar sultan dari mekkah adalah Sultan Abdul Muhammad Maulana Mataram. d. Aspek Budaya Pada masa pemerintahan Sultan Agung, kehidupan budaya Mataram berkembang pesat, seperti dibidang seni, sastra, bangunan, ukir dan lukis. Sultan Agung dikenal sebagai seseorang ahli politik, sastra dan fi lsafat Jawa serta agama. Ia menyusun sebuah karya sastra berjudul “Sastra Gending” dan menyusun kitab undangundang baru yang merupakan perpaduan dari hukum Islam dan hukum adat Jawa yang disebut “Hukum Surya Alam”.

                Sultan Agung juga menciptakan kalender Jawa yang menggunakan perhitungan tahun yang sama dengan tahun Hijriah, misalnya Muharam diganti dengan Syuro dan Ramadan diganti dengan Poso. Sultan Agung memperbaruhi perhitungan kalender Jawa dengan menyeleraskan perhitungan tahun Hijriah dengan tahun Saka Jawa. Pada masa pemerintahan Sultan Agung juga tumbuh kebudayaan kejawen yaitu akulturasi antara kebudayaan Jawa asli, Hindu-Buddha, dan Islam. Akulturasi kebudayaan Hindu-Buddha dan Islam menghasilkan upacara grebeg seperti grebeg syawal, grebeg maulud atau sekaten. Saat ini masih berkembang dalam masyarakat Jawa.

3. Hubungan antara Kerajaan Demak dan Mataran Islam

                Dalam sistem pemerintahan, sosial, ekonomi dan kebudayaan di masa sekarang.

a. Aspek Politik 

                Dalam upaya mempetahankan dan memperkuat kedaulatan wilayah baik pada zaman Kerajaan Mataram Islam maupun Kerajaan Demak, maka upaya ditempuh dengan memperkuat armada lautnya. Kerajaan Demak mampu membuat kapal jug, yakni kapal dengan ukuran besar yang mampu membawa keperluan perang dalam jumlah yang banyak. Armada laut yang kuat berfungsi selain untuk mempertahankan kedaulatan negara juga menjamin perdagangan laut dari ancaran para perompak laut, sehingga roda ekonomi tetap berjalan dengan lancar. Hal ini juga sudah disadari oleh pemerintah Indonesia, sehingga untuk memperkuat armada laut, pemerintah  berupaya untuk mampu membuat armada laut sendiri.

                Seiring dengan melemahnya kekuatan armada laut, kerajaan-kerajaan maritim Islam mengalami kemunduran. Hal ini terjadi karena armada laut tidak dapat bersaing dengan bangsa barat, dimana mereka telah menggunakan kapal yang mampu menampung barang bawaan yang cukup banya dan dari teknologi sudah cukup canggih. Sementara di kalangan Islam masih menggunakan kapal yang berukuran kecil dengan daya tampung terbatas. Selain itu, teknologi yang digunakan masih sederhana dan tertinggal dibandingkan dengan bangsa barat. Sekarang ini bangsa Indonesia telah mampu memproduksi armada laut, baik kapal angkatan laut maupun kapal dagang. Bahkan, sudah mampu untuk mengekspor kapal angkatan laut. Dengan kemampuan memproduksi kapal angkatan laut, disamping sebagai alat utama sistem pertahanan laut, juga untuk menambah pundipundi devisa negara melalui penjualan produksi kapal angkatan laut dan kapal dagang. Konteks politik masa lalu bisa dijadikan sebagai pembelajaran untuk masa sekarang. Dengan mempelajari upaya pecah belah yang dilakukan Belanda dan Inggris untuk membagi Kerajaan Mataram menjadi 4 kerajaan kecil, kita dapat mengetahui bahwa perpecahan terjadi karena adanya hasutan dan iming-iming serta janji mendapatkan kekuasaan. Kondisi ini berdampak buruk karena menimbulkan perpecahan dan perselisihan di antara saudara sendiri. Oleh karena itu, kejadian tersebut menjadi pembelajaran bersama agar tidak terulang lagi di masa kini.

b. Aspek Ekonomi

                Pada masa kerajaan Islam maritim, kegiatan ekonomi yang menonjol adalah monopoli perdagangan lewat jalur laut. Kerajaan memiliki pelabuhan yang strategis sebagai pusat perdagangan yang ada di wilayah kekuasaannya. Di era sekarang, negara kita juga memandang laut tidak lagi sebagai pemisah antarkepulauan, tetapi merupakan penghubung antarkepulauan yang ada dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Sejak tahun 2016, Indonesia telah memasuki perdagangan bebas di kawasan ASEAN. Oleh karena itu, kejayaan perdagaan kita seperti pada masa kerajaan Islam maritim perlu dibangkitkan lagi. Jangan sampai kita tenggelam di serbu produk dari manca negara. Kita harus berupaya agar tidak terjadi defi sit pada neraca perdagangan, di mana impor lebih ringan (lebih sedikit timbangannya) dibandingkan dengan ekspor.

c. Aspek Sosial

                Jauh sebelum munculnya kerajaaan, sejak peradaban awal di Indonesia, nenek moyang kita dikenal sebagai pelaut ulung. Mereka sudah mampu membuat perahu untuk mengarugi lautan, berpergian ke berbagai wilayah di Nusantara. Pada zaman Kerajaan Sriwajaya dan Majapahit kemampuan membuat perahu besar sebagai alat transportasi semakin berkembang. Sekarang ini angkutan laut merupakan salah satu pilahan moda transportasi massa yang terjangkau masyarakat. Armada transportasi laut memiliki kelebihan dalam memobilisasi interaksi sosial masyarakat, terlebih Indonesia adalah negara kepulauan. Oleh karena itu, kebijakan pemerintah selain menyediakan prasarana berupa pelabuhan nasional dan internasional, juga sarana yang berupa kapal laut sebagai angkutan umum seperti jens feri. Bahkan, pemerintah telah membentuk BUMN, yakni PT PAL yang mampu memproduksi kapal laut untuk armada perdagangan.

d. Aspek Kebudayaan

                Dibidang kebudayaan,inspirasi kerajaan maritim di masa Islam berakulturasi dengan kebudayaan di masa sekarang adalah sebagai berikut. Pengunaan, bahasa arab dalam aktivitas sehari-hari, misalnya kata bahari, berasal dari kata bahrun yang artinya laut. Kata syahbandar adalah pengusasa atau pemipin administrasi pelabuhan sebutan pimpinan pengelola pelabuhan disebut dengan syahbandar. Budaya Islam memang sangat kuat pengaruhnya di segala bidang, termasuk di bidang pendidikan. Salah satu buktinya adalah berdirinya sekolah berbasis agama atau yang biasa disebut dengan pesantren. Lembaga pendidikan yang satu ini memang sudah ada sejak Islam mulai berkembang di Indonesia. Di Indonesia terdapat cukup banyak pesantren yang menjadi rujukan para pelajar yang ingin menimba ilmu umum dan ilmu agama.

                Pesantren telah tumbuh menjadi media pendidikan yang penting di Indonesia. Misalnya, Pesantren Modern Gontor, dan Tebu Ireng adalah pesantren yang mampu memadukan pendidikan agama dan pendidikan modern dengan baik. Pesantren diakui keberadaannya oleh pemerintah atas partisiapsinya turut mencerdaskan bangsa. Pemerintah telah menetapkan tanggal 22 Oktober sebagai hari santri nasional. Di masa mendatang penanaman karakter bangsa cinta akan bahari dapat dikembangkan lewat pondok pesantren. Dalam penanaman karakter, saat ini telah dikembangkan melalui kegiatan kepramukaan yang diwadahi SakaBahari. Cukup banyak perayaan keagamaan peninggalan kerajaan Islam yang turun temurun dilestarikan sampai hari ini, diantaranya adalah Garebek Besar, Garebek Syawal, dan Garebek Maulud atau Sekaten. Berbagai peninggalan dan warisan tradisi tersebut hingga kini masih lestari dan berkembang dengan baik sebagai jendela budaya dan upaya pelestarian luhur budaya bangsa


UNIT 2

                Setelah masa kejayaan kerajaan maritim Hindu-Budda, perlahan berbagai kerajaan Hindu-Buddha tersebut mengalami kemunduran dan akhirnya runtuh. Kemunduran ini disebabkan oleh beberapa hal, yaitu; banyaknya pemberontakan perebutaan kekuasaan didalam kerajaan, serangan dari kerajaan lain, dan penganti raja berikutnya tidak memiliki kecakapan yang lebih baik dari pendahulunya.

                Secara berangsur-angsur melemahnya kekuasaan kerajaan maritim masa Hindu-Buddha, membuat banyak daerah yang semula berada dalam kekuasaannya, mulai melepaskan diri. Pada akhirnya kerajaan tersebut runtuh dan punah. Runtuhnya Kerajaan Majapahit diikuti tumbuhnya kerajaan maritim baru, yang semula berada di bawah kekuasaan Kerajaan Majapahit.

                Masuknya ajaran Islam ke Indonesia menandai dimulainya era baru bagi kerajaan maritim bercorak Islam. Dengan masuknya ajaran agama Islam, banyak raja-raja yang berpindah memeluk agama Islam. Oleh karena itu, bentuk kerajaan dan sebutan bagi raja menjadi berubah. Dari kerajaan menjadi kasultanan, dan sebutan raja berganti menjadi sultan. Berikut ini kita, akan belajar mengenal kerajaan maritim yang berjaya pada masa Islam, yakni Kerajaan Demak dan kerajaan Mataram Islam.  

Subscribe to receive free email updates:

0 Response to "MODUL 6 SEJARAH KELAS XI / PAKET C / SETARA SMA IPS"

Post a Comment